Biloks pada senyawa organik

Posted by Unknown on Saturday, November 30, 2013

Penghitungan bilangan oksidasi (biloks) di SMA selama ini sangat jarang diterapkan dalam senyawa organik. Penyebab lainnya adalah dalam setiap reaksi redoks dalam senyawa organik juga jarang sekali disinggung dan jarang mengaitkannya dengan berapa perubahan biloks pada unsur-unsur dalam senyawa organik yang terlibat dalam reaksi reduksi dan oksidasi itu. Kebanyakan penentuan biloks hanya terjadi pada senyawa-senyawa ionik saja. Lalu bagaimana kita bisa menentukan biloks untuk unsur-unsur dalam senyawa organik? Berikut ini contoh penerapan menentukan biloks unsur dalam senyawa organik.
Ketentuan umum dalam penentuan biloks pada bahasan selama ini masih berlaku, seperti O umumnya biloks-nya -2, H biloks-nya +1, N biloks-nya -3, S biloks-nya -2 dan seterusnya. Pada senyawa organik yang biasanya terdapat rangkaian ikatan C-C baik ikatan tunggal, ikatan dobel, ikatan tripel nilainya dihitung 0 (nol). Bilangan oksidasi C ketika dalam senyawa organik yang kemudian mengalami reaksi redoks biasanya menggunakan total biloks C pada senyawa tersebut, kecuali disebut lain 

Berikut contoh-contoh dalam penentuan biloks C pada beberapa senyawa.
ch4 urip kalteng
Metana,
4 biloks H = +4,
biloks C = -4

biloks C pada propana urip kalteng
Propana,
biloks H masing-masing = +1,
biloks C1 dan C3 sama = 3(-1) + 0 = -3,
biloks C2 = 2x(-1) + 0 + 0 = -2,
jika dijumlah biloks C =[2 x(-3)] + (-2) = -8

biloks C pada asam asetat - urip kalteng
Asam asetat (asam etanoat),
biloks H masing-masing = +1,
biloks C1 = (+2)+(+1)+0 = +3,
biloks C2  = -3+0 = -3,
jika dijumlah biloks C = +3 + (-3) = 0

biloks C pada asam propanoat - urip kalteng
Asam propanoat,
biloks H masing-masing = +1,
biloks C1 = (+2)+(+1)+0 = +3,
biloks C2  = -2+0+0 = -2,
biloks C3 = -3+0 = -3,
jika dijumlah biloks C = +3 + (-2) + (-3)= -2

biloks C pada C2HCl3 urip kalteng
Trikloroetena,
biloks H = +1,
biloks C1 = [2x(+1)]+0 = +2,
biloks C2 = -1+ (1) + 0 = 0,
jika dijumlah biloks C = (+2) + 0 = +2

biloks C pada metil fenol urip kalteng
4-metil fenol,
biloks masing-masing H = +1, biloks C1 = (+1) + 0 + 0 = +1,
biloks C2, C3, C5, C6, = -1+ 0 + 0 = -1,
biloks C4 = 3x(0) = 0,
biloks C pada metil = -3,
jika dijumlah biloks C = (+1) + 4x(-1)+ 0 + (-3) = -6

biloks C pada etil-2-sianoetanoat
Etil-2-sianoetanoat,
biloks masing-masing H = +1,
biloks C2 = 2(-1) + 0 + 0 = -2,
biloks C3 = 3(-1)+ 0 = -3,
biloks C4 = +2 + (+1) + 0 = +3,
biloks C6 = 2(-1) + (+1) + 0 = -1,
biloks C7 = +3 + 0 = +3,
biloks O1 dan O5 = -2,
biloks N = -3,
jika dijumlah biloks C = (-2) + (-3) + (+3) + (-1) + (+3) = 0.
More aboutBiloks pada senyawa organik

Biloks Nitrogen

Posted by Unknown

crop elektronegatifitasNitrogen (N) dalam sistem periodik unsur menempati golongan V-A (15) dan periode 2. Nitrogen adalah satu-satunya unsur yang memiliki banyak macam bilangan oksidasi. Bilangan oksidasi di sini dimaknai sebagai suatu bilangan yang menunjukkan ukuran kemampuan suatu atom untuk melepas atau menangkap elektron dalam pembentukan suatu senyawa.
Bilangan oksidasi nitrogen mulai dari -3, -2, -1, 0, +1, +2, +3, +4 dan +5. Pertanyaannya mengapa nitrogen memiliki berbagai tingkat oksidasi (atau bilangan oksidasi)? Ikatan dengan unsur lain menjadi senyawa atau ion dari nitrogen itulah yang menyebabkan nitrogen menjadi punya banyak variasi bilangan oksidasi. Jika ia berikatan dengan unsur yang lebih elektropositif (ke-elektro-negatif-an-nya lebih kecil) maka ia akan memiliki bilangan oksidasi negatif. Jika ia berikatan dengan unsur yang memiliki keelektronegatifan lebih besar maka ia akan memiliki bilangan oksidasi positif. Untuk diketahui bahwa pada skala Pauling keelektronegatifan N = 3,04. Ini praktis menempatkan N terletak di antara unsur-unsur yang sangat elektronegatif dan unsur yang sangat elektropositif.
Penjelasan yang menguatkan berikutnya adalah dikaitkan dengan konfigurasi elektron N. Konfigurasi
elektron N dengan nomor atom 7 = konfigurasi elektron N

Jika nitrogen berikatan dengan unsur yang lebih elektropositif (ke-elektro-negatif-an-nya lebih kecil), unsur yang mampu men-share kepada N yang akan menempati orbital yang kosong (dalam hal ini) orbital 2p maka ia akan memiliki bilangan oksidasi negatif.
  • Jika unsur lain yang lebih elektropositif itu men-share dengan 1 elektron pada 1 orbital 2p maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) –1,
  • Jika unsur lain yang lebih elektropositif itu men-share dengan 2 elektron pada 2 orbital 2p maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) –2,
  • Jika unsur lain yang lebih elektropositif itu men-share dengan 3 elektron pada 3 orbital 2p maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) –3.
Jika nitrogen berikatan dengan unsur yang memiliki keelektronegatifan lebih besar maka ia akan memiliki bilangan oksidasi positif.
  • Jika nitrogen men-share 1 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +1,
  • Jika nitrogen men-share 2 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +2,
  • Jika nitrogen men-share 3 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +3,
  • Jika nitrogen men-share 4 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +4,
  • Jika nitrogen men-share 5 elektron dari elektron valensinya kepada unsur lain yang lebih elektronegatif maka nitrogen akan memiliki tingkat oksidasi (biloks) +5.
Ketika nitrogen dalam bentuk molekul unsur (N2) tentu ia memiliki bilangan oksidasinya 0.
Nah berikut inilah beberapa senyawa dan atau ion dari unsur N yang mewakili berbagai bilangan oksidasi (9 macam bilangan oksidasi).
  1. Bilangan oksidasi N pada NH3 = –3
  2. Bilangan oksidasi N pada N2H4 = –2
  3. Bilangan oksidasi N pada NH2OH  = –1
  4. Bilangan oksidasi N pada N2 = 0
  5. Bilangan oksidasi N pada N2O = +1
  6. Bilangan oksidasi N pada NO = +2
  7. Bilangan oksidasi N pada NO2 = +3
  8. Bilangan oksidasi N pada NO2 = +4
  9. Bilangan oksidasi N pada NO3 = +5
Pada 9 daftar senyawa dan ion dari N tersebut, dibanding dengan N (keelektronegatifan N = 3,04), O (keelektronegatifan O = 3,44) adalah unsur yang lebih elektronegatif dan H (keelektronegatifan H = 2,20) adalah unsur yang elektropositif.
Bagaimana jika dibandingkan dengan P yang segolongan dengan N, mengapa bilangan oksidasi P tidak sebanyak N? Silakan dicari jawaban logisnya, dengan memperhatikan beberapa kemungkinan yang bisa dikaitkan dengan konfigurasi elektronnya dan lainnya :)
More aboutBiloks Nitrogen

Entalpi dan Perubahan Entalpi (ΔH)

Posted by Unknown

Entalpi (H) adalah jumlah energi yang dimiliki sistem pada tekanan tetap. Entalpi (H) dirumuskan sebagai jumlah energi yang terkandung dalam sistem (E) dan kerja (W).
H = E + W
dengan:
W = P × V
E = energi (joule)
W = kerja sistem (joule)
V = volume (liter)
P = tekanan (atm)
Hukum kekekalan energi menjelaskan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi hanya dapat diubah dari bentuk energi yang  satu menjadi bentuk energi yang lain. Nilai energi suatu materi tidak dapat diukur, yang dapat diukur hanyalah perubahan energi (ΔE). Demikian juga halnya dengan entalpi, entalpi tidak dapat diukur, kita hanya dapat mengukur perubahan entalpi (ΔH).
ΔH = Hp – Hr
dengan:
ΔH = perubahan entalpi
Hp = entalpi produk
Hr = entalpi reaktan atau pereaksi
a. Bila H produk > H reaktan, maka ΔH bertanda positif, berarti terjadi penyerapan kalor dari lingkungan ke sistem.
b. Bila H reaktan > H produk, maka ΔH bertanda negatif, berarti terjadi pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan.

Secara matematis, perubahan entalpi (ΔH) dapat diturunkan sebagai berikut.
H = E + W (1)
Pada tekanan tetap:
ΔH = ΔE + PΔV (2)
ΔE = q + W (3)
Wsistem = –PV (4)
Substitusi persamaan (3) dan (4) dalam persamaan (2):
H = (q + W) + PΔV
H = (q – PΔV) + PΔV
H = q
Jadi, pada tekanan tetap, perubahan entalpi (ΔH) sama dengan kalor (q) yang diserap atau dilepas (James E. Brady, 1990).
Macam-macam reaksi kimia berdasarkan kalor yang dibebaskan/kalor yang diserap (Martin S. Silberberg, 2000):
a. Reaksi kimia yang membutuhkan atau menyerap kalor disebut reaksi endoterm.
Contoh:
Reaksi pemutusan ikatan pada molekul unsur H2 adalah:
H2 → 2 H ΔH = +a kJ
Reaksi endoterm dengan ΔH bertanda positif (+).
b. Reaksi kimia yang membebaskan kalor disebut reaksi eksoterm.
Contoh:
Reaksi pembentukan ikatan pada molekul unsur H2 adalah:
2H → H2 ΔH = –a kJ
Reaksi eksoterm dengan ΔH bertanda (–).
Diagram entalpi (diagram tingkat energi)
More aboutEntalpi dan Perubahan Entalpi (ΔH)

Ikatan Hidrogen

Posted by Unknown

Antara molekul-molekul yang sangat polar dan mengandung atom hidrogen terjadi ikatan hidrogen. Titik didih senyawa “hidrida” dari unsur-unsur golongan IVA, VA, VIA, dan VIIA, diberikan pada gambar

Titik didih senyawa hidrida dari unsur-unsur golongan IVA, VA, VIA, dan VIIA. Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg. 2000.
Perilaku normal ditunjukkan oleh senyawa hidrida dari unsur-unsur golongan IVA, yaitu titik didih meningkat sesuai dengan penambahan massa molekul. Kecenderungan itu sesuai dengan yang diharapkan karena dari CH4 ke SnH4 massa molekul relatif meningkat, sehingga gaya Van der Waals juga makin kuat. Akan tetapi, ada beberapa pengecualian seperti yang terlihat pada gambar, yaitu HF, H2O, dan NH3. Ketiga senyawa itu mempunyai titik didih yang luar biasa tinggi dibandingkan anggota lain dalam kelompoknya. Fakta itu menunjukkan adanya gaya tarik-menarik antarmolekul yang sangat kuat dalam senyawa-senyawa tersebut. Walaupun molekul HF, H2O, dan NH3 bersifat polar, gaya dipol-dipolnya tidak cukup kuat untuk menerangkan titik didih yang mencolok tinggi itu.
Perilaku yang luar biasa dari senyawa-senyawa yang disebutkan di atas disebabkan oleh ikatan lain yang disebut ikatan hidrogen (James E. Brady, 2000). Oleh karena unsur F, O, dan N sangat elektronegatif, maka ikatan F – H, O – H, dan N – H sangat polar, atom H dalam senyawa-senyawa itu sangat positif. Akibatnya, atom H dari satu molekul terikat kuat pada atom unsur yang sangat elektronegatif (F, O, atau N) dari molekul tetangganya melalui pasangan elektron bebas pada atom unsur berkeelektronegatifan besar itu. Ikatan hidrogen dalam H2O disajikan pada gambar :

Molekul polar air (kiri) dan ikatan hidrogen pada air (kanan). Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg. 2000.
More aboutIkatan Hidrogen

Gaya Tarik Dipol Dipol

Posted by Unknown

Molekul yang sebaran muatannya tidak simetris, bersifat polar dan mempunyai dua ujung yang berbeda muatan (dipol). Dalam zat polar, molekulmolekulnya cenderung menyusun diri dengan ujung (pol) positif berdekatan dengan ujung (pol) negatif dari molekul di dekatnya. Suatu gaya tarik-menarik yang terjadi disebut gaya tarik dipol-dipol. Gaya tarik dipol-dipol lebih kuat dibandingkan gaya dispersi (gaya London), sehingga zat polar cenderung mempunyai titik cair dan titik didih lebih tinggi dibandingkan zat nonpolar yang massa molekulnya kira-kira sama. Contohnya normal butana dan aseton (James E. Brady, 2000).
Gaya-gaya antarmolekul, yaitu gaya dispersi (gaya London) dan gaya dipol dipol, secara kolektif disebut gaya Van der Waals. Gaya dispersi terdapat pada setiap zat, baik polar maupun nonpolar. Gaya dipol-dipol yang terdapat pada zat polar menambah gaya dispersi dalam zat itu. Dalam membandingkan zat zat yang mempunyai massa molekul relatif (Mr) kira-kira sama, adanya gaya dipol-dipol dapat menghasilkan perbedaan sifat yang cukup nyata. Misalnya, normal butana dengan aseton. Akan tetapi dalam membandingkan zat dengan massa molekul relatif (Mr) yang berbeda jauh, gaya dispersi menjadi lebih penting. Misalnya, HCl dengan HI, HCl (momen dipol = 1,08) lebih polar dari HI (momen dipol = 0,38). Kenyataannya, HI mempunyai titik didih lebih tinggi daripada HCl. Fakta itu menunjukkan bahwa gaya Van der Waals dalam HI lebih kuat daripada HCl. Berarti, lebih polarnya HCl tidak cukup untuk mengimbangi kecenderungan peningkatan gaya dispersi akibat pertambahan massa molekul dari HI.
More aboutGaya Tarik Dipol Dipol

Gaya Tarik Antarmolekul dan Gaya London

Posted by Unknown

Gaya Tarik Antarmolekul
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menemukan berbagai jenis zat yang partikelnya berupa molekul dan berbeda fasa. Dalam fasa gas, pada suhu tinggi dan tekanan yang relatif rendah (jauh di atas titik didihnya), molekul-molekul benar-benar berdiri sendiri, tidak ada gaya tarik antarmolekul. Akan tetapi, pada suhu yang relatif rendah dan tekanan yang relatif tinggi, yaitu mendekati titik embunnya, terdapat suatu gaya tarik-menarik antarmolekul. Gaya tarik menarik antar molekul itulah yang memungkinkan suatu gas dapat mengembun (James E. Brady, 1990).
Molekul-molekul dalam zat cair atau dalam zat padat diikat oleh gaya tarikmenarik antar molekul. Oleh karena itu, untuk mencairkan suatu zat padat atau untuk menguapkan suatu zat cair diperlukan energi untuk mengatasi gaya tarik-menarik antar molekul. Makin kuat gaya tarik antar molekul, makin banyak energi yang diperlukan untuk mengatasinya, maka semakin tinggi titik cair atau titik didih.

Gaya Tarik-Menarik Dipol Sesaat – Dipol Terimbas (Gaya London)
Antarmolekul nonpolar terjadi tarik-menarik yang lemah akibat terbentuknya dipol sesaat. Pada waktu membahas struktur elektron, kita mengacu pada peluang untuk menemukan elektron di daerah tertentu pada waktu tertentu. Elektron senantiasa bergerak dalam orbit. Perpindahan elektron dari suatu daerah ke daerah lainnya menyebabkan suatu molekul yang secara normal bersifat nonpolar menjadi polar, sehingga terbentuk suatu dipol sesaat. Dipol yang terbentuk dengan cara itu disebut dipol sesaat karena dipol itu dapat berpindah milyaran kali dalam 1 detik. Pada saat berikutnya, dipol itu hilang atau bahkan sudah berbalik arahnya. Suatu saat yang mungkin terjadi digambarkan pada gambar



Gaya London
Dipol sesaat pada suatu molekul dapat mengimbas pada molekul di sekitarnya, sehingga membentuk suatu dipol terimbas. Hasilnya adalah suatu gaya tarik-menarik antarmolekul yang lemah. Penjelasan teoritis mengenai gaya-gaya ini dikemukakan oleh Fritz London pada tahun 1928. Oleh karena itu gaya ini disebut gaya London (disebut juga gaya dispersi) (James E. Brady, 1990).
Kemudahan suatu molekul untuk membentuk dipol sesaat atau untuk mengimbas suatu molekul disebut polarisabilitas. Polarisabilitas berkaitan dengan massa molekul relatif (Mr) dan bentuk molekul. Pada umumnya, makin banyak jumlah elektron dalam molekul, makin mudah mengalami polarisasi. Oleh karena jumlah elektron berkaitan dengan massa molekul relatif, maka dapat dikatakan bahwa makin besar massa molekul relatif, makin kuat gaya London. Misalnya, radon (Ar = 222) mempunyai titik didih lebih tinggi dibandingkan helium (Ar = 4), 221 K untuk Rn dibandingkan dengan 4 K untuk He. Molekul yang bentuknya panjang lebih mudah mengalami polarisasi dibandingkan molekul yang kecil, kompak, dan simetris. Misalnya, normal pentana mempunyai titik cair dan titik didih yang lebih tinggi dibandingkan neopentana. Kedua zat itu mempunyai massa molekul relatif yang sama besar.



Bentuk molekul dan polarisabilitas
Gaya dispersi (gaya London) merupakan gaya yang relatif lemah. Zat yang molekulnya bertarikan hanya berdasarkan gaya London, yang mempunyai titik leleh dan titik didih yang rendah dibandingkan dengan zat lain yang massa molekul relatifnya kira-kira sama. Jika molekul-molekulnya kecil, zat-zat itu biasanya berbentuk gas pada suhu kamar, misalnya hidrogen (H2), nitrogen (N2), metana (CH4), dan gas-gas mulia.
More aboutGaya Tarik Antarmolekul dan Gaya London

Teori Hibridasi

Posted by Unknown

Teori domain elektron dapat digunakan untuk meramalkan bentuk molekul, tetapi teori ini tidak dapat digunakan untuk mengetahui penyebab suatu molekul dapat berbentuk seperti itu. Sebagai contoh, teori domain elektron meramalkan molekul metana (CH4) berbentuk tetrahedron dengan 4 ikatan C-H yang ekuivalen dan fakta eksperimen juga sesuai dengan ramalan tersebut, akan tetapi mengapa molekul CH4 dapat berbentuk tetrahedron? Pada tingkat dasar, atom C (nomor atom = 6) mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut.



Dengan konfigurasi elektron seperti itu, atom C hanya dapat membentuk 2 ikatan kovalen (ingat, hanya elektron tunggal yang dapat dipasangkan untuk membentuk ikatan kovalen). Oleh karena ternyata C membentuk 4 ikatan kovalen, dapat dianggap bahwa 1 elektron dari orbital 2s dipromosikan ke orbital 2p, sehingga C mempunyai 4 elektron tunggal sebagai berikut.



menjadi



Namun demikian, keempat elektron tersebut tidaklah ekuivalen dengan satu pada satu orbital 2s dan tiga pada orbital 2p, sehingga tidak dapat menjelaskan penyebab C pada CH4 dapat membentuk 4 ikatan ekuivalen yang equivalen. Untuk menjelaskan hal ini, maka dikatakan bahwa ketika atom karbon membentuk ikatan kovalen dengan H membentuk CH4, orbital 2s dan ketiga orbital 2p mengalami hibridisasi membentuk 4 orbital yang setingkat. Orbital hibridanya ditandai dengan sp3 untuk menyatakan asalnya, yaitu satu orbital s dan 3 orbital p. 6C: 1s2 2s1 2p3 mengalami hibridisasi menjadi 6C : 1s2 (2sp3)4 Hibridisasi tidak hanya menyangkut tingkat energi, tetapi juga bentuk orbital gambar. Sekarang, C dengan 4 orbital hibrida sp3, dapat membentuk 4 ikatan kovalen yang equivalen. Jadi, hibridisasi adalah peleburan orbital-orbital dari tingkat energi yang berbeda menjadi orbital-orbital yang setingkat.





Bentuk molekul CH4
Jumlah orbital hibrida (hasil hibridisasi) sama dengan jumlah orbital yang terlihat pada hibridasi itu.




Sumber: Chemistry, The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S. Silberberg, 2000
More aboutTeori Hibridasi